Idul fitri baru saja
usai, dan waktu libur pun ikut usai mendampinginya. Waktu bagi pelajar untuk
kembali ke tempat dimana mereka biasa berkumpul, sekolah. Setelah libur yang
hampir 2 mingguan ini sekolah kembali aktif, dengan berbagai macam kegiatannya.
Pagi hari sekolah digunakan untuk
kegiatan belajar-mengajar dan sorenya digunakan untuk berbagai macam
kegiatan ekskul yang diikuti hampir seluruh siswa sekolah SMA N 1 Belitang.
Pagi ini, adalah hari pertama setelah libur yang membuat
kegiatan belajar-mangajar tidak aktif. Vinca terlihat memasuki gerbang sekolah
dengan mengendarai motor beat
kesayangannya bersama kakaknya. Dengan berpakaian seragam putih abu-abu lengkap
dengan dasi yang menghiasi lehernya dan jilbab putih yang menutupi seluruh
kepalanya dengan menyisakan bagian wajah
penuh senyumnya. Tak luput sepatu hitam putih dengan tali sepatu hitam
membungkus kakinya dari dinginnya pagi. Tas Biru nya yang selalu ia bawa
kemana-mana terlihat menggantung di punggungnya. Pagi ini, ia berangkat terlalu
awal karena ia sudah tak sabar menantikan hari pertama sekolah. Tentu saja
dengan alasan yang sudah pasti, tidak lain dan tidak bukan dikarenakan seorang
cowok, Rio.
“Akhirnya sekolah!” gumam Vinca sambil menikmati
pemandangan sekolahnya itu.
“Brr!
Dingin” Kakaknya menggigil
kedinginan meskipun tubuhnya sudah dibalut menggunakan jaket.
Pagi ini memang udara terasa sangat dingin, dikarenakan
malamnya hujan turun hingga larut malam dan kabut tebal menyelimuti jalanan
sehingga membuat jarak pandang semakin memendek namun semua hal itu tak membuat
Vinca kedinginan. Ia justru merasakan hangat yang terus mengaliri darahnya
membuat senyumnya tak pernah menghilang dari wajahnya.
“Kak, aku ke kelas dulu
ya” kata Vinca sambil berlari menjauhi kakaknya yang masih kedinginan.
“Hei, hati-hati” kakaknya sedikit berteriak melihat
adiknya berlari ditengah lapangan yang masih licin-licinnya.
“Iya kak” tambah Vinca sambil terus berlari.
Jam dinding sudah menunjukkakn pukul 6.50 pagi namun baru
beberapa orang saja yang sudah berada dikelas. Vinca tidak bisa diam, Rina yang
melihat sahabatnya terlihat bingung mengajaknya untuk duduk diteras depan kelas
mereka. Teng Teng Teng! Suara bel
bergema ke seluruh penjuru sekolah, perlahan siswa-siswa mulai meninggalkan
kelas mereka masing-masing dan menuju ke lapangan sekolah.
“Ayok Vinca” ajak Rina sambil menarik tangan Vinca.
“Iya” Vinca mengiyakan ajakan sahabatnya itu dan
membalikkan badan hendak mengikuti ajakan Rina.
Rio.
Dalam sekejap langkah Vinca berhenti, tenggorokkannya
terasa kering dan jantungnya berdegub tak karuan hingga membuatnya merasakan
tidak nyaman pada tubuhnya. Langkah Rio pun terhenti dikarenakan matanya
bertatapan dengan Vinca. Vinca melalui Rio dengan melihat kebawah mengalihkan tatapannya dari cowok yang sudah
merebut hatinya itu dan berlari kecil menuju Rina yang sudah menunggunya.
Tiba-tiba saja langit menangis tiada henti dan membuat
murid-murid yang sudah berkumpul di lapangan lari terbirit-birit sebelum air mata langit membasahi seluruh baju yang
melekat pada tubuh mereka. Sepertinya langit benar-benar sedang bersedih hati
oleh karena itu upacara terpaksa dibatalkan. Bukan sedih yang menghinggapi hati
murid-murid melainkan suka cita. Banyak yang membentuk kelompok-kelompok kecil
untuk sekedar bergosip, ada juga yang berkumpul dengan sebuah laptop sebagai
porosnya, ada yang menikmati sarapan di kantin dan ada juga yang menikmatinya
dalam kesendirian.
Seorang gadis duduk terdiam menghadap buku tulis yang
masih putih bersih dan belum terkena setitik pensil pun yang menggoresnya.
Gadis itu Vinca yang terlihat sedang menerawang jauh ke dalam pikirannya,
seperti menimbang-nimbang kata yang tepat yang nantinya akan di goreskan oleh
pensilnya. Akhirnya, setelah beberapa menit lamanya menerawang dalam pikirannya
pensil di tangan Vinca mulai menari-nari diatas bukunya. Setelah beberapa saat
tarian pensilnya berhenti dan ia menarik napas panjang.
Terkadang aku
bahagia hidup di dunia dimana dia ada
Melihatnya dengan semua tingkah
lakunya
Memandang dan mulai belajar mengenal
dunianya
Menanyakan hal-hal tak penting
padanya
Yang ku ingin hanya kepeduliannya
“Dorr” Rina mengagetkan Vinca sambil menutup mata Vinca
dengan kedua tangannya.
“Rina, ngageti tau. Jantung aku mau copot nih” balas
Vinca.
“Hehehe maap maap, abis dari tadi dipanggil berkali-kali
diem aja”
“Apa iya? Kok aku gak denger?”
“Tuh kan, mulai deh kebiasaan lemotnya”
“Itu bukan kebiasaan >.<”
“Ke IPA 1 yuk, aku mau pinjem buku”
Vinca menghempaskan
tubuhnya ke kasur yang dilapis seprai bermotif bunga berwarna pink. Kepalanya
tepat menempel dibantal yang bermotif serupa. Smartphonenya melantunkan lagu yang membuatnya mengingat sosok Rio
tepat di sebelah bantalnya.
Nan wihae utji mayo
Himdeuldan geol nan jal anikka
Babojyo gaedaeran saram
Na
geokjeongdwaeseo eotteoke gallaeyo
Naui
sarangeun neomuna chuwoyo
Gaseum siryeoto tteonagamyeon andwaeyo
Joheun giogi da eoreoseo
Jiuji motamyeon nokji anheunmyeon eojjeojyo
Geuman
doraseo gaseyo
Seoseongimyeon
jabeulji moreunikka
Seuchijido
marayo majuchiji marayo
Dallyeoga
warak angil tenikka
Ojik
geudaeman baraeyo
Nae
mam arado dagaomyeon andwaeyo
Tto
dasi geudael saranghaedo
Apeumman
julkka bwa nunmul julkka bwa duryeoppjyo
Geudaen
giegogi deo chupjyo
---“ Take Care Of Us” , Song Ji Eun---
Melodi lembut melantun perlahan di telinga Vinca. Lagu
berbahasa korea ini dinyanyikan salah seorang membergirlband yang bernama secret
yang juga menjadi soundtrack drama Yes,
Captain di part 2. Sebenarnya
Vinca tidak terlalu mengerti lagu-lagu korea hanya saja ia tak sengaja
menemukannya saat searching di youtobe baru-baru ini dan di karenakan
nada-nada lembutnya membuat Vinca senang mendengarkannya meskipun ia sendiri
tidak mengetahui arti dari lagu itu.
Hp Vinca bergetar pelan, ia membuka inbox pesan di smartphone nya itu.
Besok izinkan aku ya, aku abis
kecelakaan.Untung aja ini masih bisa sms kamu. Maaf kalo gaya smsnya alay.
Jantung Vinca berdegub kencang, dadanya perlahan sesak.
Air matanya perlahan mengaliri pipinya, senyum pun berganti dengan tangis. Ia
menarik napas dalam-dalam dan perlahan menghembuskannya berusaha menenangkan
rasa khawatir yang mendera hatinya. Ia membaca lagi pesan yang tertera atas
nama Rio itu berharap ia salah membacanya tapi ia memang tak salah, Rio
benar-benar kecelakaan.
Malam berganti pagi dan bulan pun berganti matahari. Jam
yang melingkar di pergelangan tangan Vnca menunjukkan pukul 6.15 pagi dan Vinca
sudah bersiap untuk berangkat sekolah. Matanya terlihat sembab dan tidak
sedikit pun senyum menghiasi wajahnya.
Semoga itu bohong.
Vinca sudah
berada di sekolah dan mendapati Rio benar-benar tidak berangkat sekolah.
Hatinya makin khawatir ditambah Rio yang tidak membalas smsnya.
“Vinca, Rio kecelakaan” Nia memberi tahu Vinca.
“Iya, kemaren sore dia sms aku” Vinca menanggapi ucapan
Nia datar.
“Kita jenguk yuk” ajak Nia.
“Hmm” Vinca menimbang-nimbang ajakan Nia. “Yuk, tapi aku
gak tau rumahnya” tambah Vinca.
“Gampang, aku tau kok”
“Ya udah, kapan?”
“Pulang sekolah ya?”
“Iya” jawab Vinca antusias.
Sepulang sekolah Vinca, Nia dan 3 orang temannya
menjenguk Rio dirumahnya. Rumah Rio terletak agak jauh dari sekolah sehingga
membutuhkan waktu yang lama untuk sampai dirumahnya.
“Assalamualaikum” Nia mengetuk pintu rumah Rio.
“Waalaikum salam” jawab suara yang berasal dari dalam
rumah Rio. Suara berat milik laki-laki yang kemudian membukakakan pintu bagi
Nia dan teman-temannya. “Silahkan masuk” tambahnya.
Nia dan lainnya masuk ke ruang tamu rumah Rio yang
berbalut warna putih. Ornamen-ornamennya pun banyak yang didominasi warna putih
dan dipojok ruangan terdapat bunga yang lengkap dengan vasnya menambah keindahan
ruangan itu. Sofa merah pun menjadi pelengkap ruang tamu tersebut dengan karpet
lembut bercorak garis merah dan hitam dengan hiasan bunga yang menghiasi lantai
ruangan. Tak luput, sebuah foto keluarga terpampang di dinding yang
menjadikannya hiasan di antara putihnya dinding.
Laki-laki paruh baya tadi adalah ayah Rio yang sekarang
ini sedang memanggil anakknya untuk segera menemui Nia, Vinca dan ke-3
temannya. Tak beberapa lama, Rio menemui Nia dan yang lainnya. Vinca terdiam
melihat luka di tangan Rio yang masih basah. Banyak luka di pergelangan
tangannya dan luka di wajahnya yang berusaha ia tutupi dengan salah satu
tangannya dan Vinca menebak masih ada luka lagi di kakinya.
Rio mulai menceritakan kronologi kejadian kecelakaan yang
menimpa dirinya. Vinca tak terlalu mendengarkannya karena pikirannya masih
penuh melihat luka-luka Rio. Di saat itu lah ia tersadar, begitu berbedanya
dunianya dan dunia Ryo. Rasa sedih mulai menyusup ke celah-celah hatinya, ia
tak menyangka dunia yang ia lihat bahkan sedikit pun tidak mendekati dunia Rio.
Ia hanya terdiam sepanjang mereka dirumah Ryo. Sesekali melihat Rio dengan
tatapan sedih tanpa ada yang mengetahui.
“Rio, kami ada sesuatu buat kamu. Biar cepet sembuh” ujar
Nia sambil menyenggol pelan kaki Vinca.
“Apa?” tanya Vinca bingung.
“Yang tadi” Nia setengah berbisik.
“Oh, ini buat kamu.” seru Vinca
menyerahkan bungkusan hitam dengan chocolatos
sebagai isinya.
“iya, makasih” balas Rio dengan
sudut bibirnya yang terangkat.
Vinca
menghempaskan tubuhnya di sofa yang tak jauh dari jangkauannya, tubuhnya terasa
lelah dan perutnya sakit menahan lapar. Diambilnya handphone yang berada ditas yang sedari tadi menggantung di
pundaknya. Handphone itu berbunyi
pelan, sebuah SMS masuk dikotak masuknya.
Mata
Vinca kembali bersemangat, tubuhnya yang terasa berat tiba-tiba terasa ringan.
Senyum yang tak mampu ia sembunyikan mengembang menghiasi wajahnya. Ia
melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil yang senang mendapatkan mainan
baru.
Makasih buat
jengukannya dan chocolatosnya :)
