Jumat, 14 Februari 2014

Rainbow of you part 2

            Idul fitri baru saja usai, dan waktu libur pun ikut usai mendampinginya. Waktu bagi pelajar untuk kembali ke tempat dimana mereka biasa berkumpul, sekolah. Setelah libur yang hampir 2 mingguan ini sekolah kembali aktif, dengan berbagai macam kegiatannya. Pagi hari sekolah digunakan untuk  kegiatan belajar-mengajar dan sorenya digunakan untuk berbagai macam kegiatan ekskul yang diikuti hampir seluruh siswa sekolah SMA N 1 Belitang.

            Pagi ini, adalah hari pertama setelah libur yang membuat kegiatan belajar-mangajar tidak aktif. Vinca terlihat memasuki gerbang sekolah dengan mengendarai motor beat kesayangannya bersama kakaknya. Dengan berpakaian seragam putih abu-abu lengkap dengan dasi yang menghiasi lehernya dan jilbab putih yang menutupi seluruh kepalanya dengan  menyisakan bagian wajah penuh senyumnya. Tak luput sepatu hitam putih dengan tali sepatu hitam membungkus kakinya dari dinginnya pagi. Tas Biru nya yang selalu ia bawa kemana-mana terlihat menggantung di punggungnya. Pagi ini, ia berangkat terlalu awal karena ia sudah tak sabar menantikan hari pertama sekolah. Tentu saja dengan alasan yang sudah pasti, tidak lain dan tidak bukan dikarenakan seorang cowok, Rio.

            “Akhirnya sekolah!” gumam Vinca sambil menikmati pemandangan sekolahnya itu.

           “Brr! Dingin” Kakaknya menggigil kedinginan meskipun tubuhnya sudah dibalut menggunakan jaket.

            Pagi ini memang udara terasa sangat dingin, dikarenakan malamnya hujan turun hingga larut malam dan kabut tebal menyelimuti jalanan sehingga membuat jarak pandang semakin memendek namun semua hal itu tak membuat Vinca kedinginan. Ia justru merasakan hangat yang terus mengaliri darahnya membuat senyumnya tak pernah menghilang dari wajahnya.

            “Kak, aku ke kelas dulu  ya” kata Vinca sambil berlari menjauhi kakaknya yang masih kedinginan.

            “Hei, hati-hati” kakaknya sedikit berteriak melihat adiknya berlari ditengah lapangan yang masih licin-licinnya.

            “Iya kak” tambah Vinca sambil terus berlari.

            Jam dinding sudah menunjukkakn pukul 6.50 pagi namun baru beberapa orang saja yang sudah berada dikelas. Vinca tidak bisa diam, Rina yang melihat sahabatnya terlihat bingung mengajaknya untuk duduk diteras depan kelas mereka. Teng Teng Teng! Suara bel bergema ke seluruh penjuru sekolah, perlahan siswa-siswa mulai meninggalkan kelas mereka masing-masing dan menuju ke lapangan sekolah.

            “Ayok Vinca” ajak Rina sambil menarik tangan Vinca.

            “Iya” Vinca mengiyakan ajakan sahabatnya itu dan membalikkan badan hendak mengikuti ajakan Rina.
            Rio.

            Dalam sekejap langkah Vinca berhenti, tenggorokkannya terasa kering dan jantungnya berdegub tak karuan hingga membuatnya merasakan tidak nyaman pada tubuhnya. Langkah Rio pun terhenti dikarenakan matanya bertatapan dengan Vinca. Vinca melalui Rio dengan melihat kebawah  mengalihkan tatapannya dari cowok yang sudah merebut hatinya itu dan berlari kecil menuju Rina yang sudah menunggunya.

            Tiba-tiba saja langit menangis tiada henti dan membuat murid-murid yang sudah berkumpul di lapangan lari terbirit-birit sebelum  air mata langit membasahi seluruh baju yang melekat pada tubuh mereka. Sepertinya langit benar-benar sedang bersedih hati oleh karena itu upacara terpaksa dibatalkan. Bukan sedih yang menghinggapi hati murid-murid melainkan suka cita. Banyak yang membentuk kelompok-kelompok kecil untuk sekedar bergosip, ada juga yang berkumpul dengan sebuah laptop sebagai porosnya, ada yang menikmati sarapan di kantin dan ada juga yang menikmatinya dalam kesendirian.

            Seorang gadis duduk terdiam menghadap buku tulis yang masih putih bersih dan belum terkena setitik pensil pun yang menggoresnya. Gadis itu Vinca yang terlihat sedang menerawang jauh ke dalam pikirannya, seperti menimbang-nimbang kata yang tepat yang nantinya akan di goreskan oleh pensilnya. Akhirnya, setelah beberapa menit lamanya menerawang dalam pikirannya pensil di tangan Vinca mulai menari-nari diatas bukunya. Setelah beberapa saat tarian pensilnya berhenti dan ia menarik napas panjang.

            Terkadang aku bahagia hidup di dunia dimana dia ada
            Melihatnya dengan semua tingkah lakunya
            Memandang dan mulai belajar mengenal dunianya
            Menanyakan hal-hal tak penting padanya
            Yang ku ingin hanya kepeduliannya

            “Dorr” Rina mengagetkan Vinca sambil menutup mata Vinca dengan kedua tangannya.

            “Rina, ngageti tau. Jantung aku mau copot nih” balas Vinca.

            “Hehehe maap maap, abis dari tadi dipanggil berkali-kali diem aja” 

            “Apa iya? Kok aku gak denger?”

            “Tuh kan, mulai deh kebiasaan lemotnya”

            “Itu bukan kebiasaan >.<”

            “Ke IPA 1 yuk, aku mau pinjem buku”
 

            “Hmm, oke”

        
            Vinca menghempaskan tubuhnya ke kasur yang dilapis seprai bermotif bunga berwarna pink. Kepalanya tepat menempel dibantal yang bermotif serupa. Smartphonenya melantunkan lagu yang membuatnya mengingat sosok Rio tepat di sebelah bantalnya.

            Nan wihae utji mayo
            Himdeuldan geol nan jal anikka
            Babojyo gaedaeran saram
Na geokjeongdwaeseo eotteoke gallaeyo

Naui sarangeun neomuna chuwoyo
            Gaseum siryeoto tteonagamyeon andwaeyo
            Joheun giogi da eoreoseo
            Jiuji motamyeon nokji anheunmyeon eojjeojyo

Geuman doraseo gaseyo
Seoseongimyeon jabeulji moreunikka
Seuchijido marayo majuchiji marayo
Dallyeoga warak angil tenikka

Ojik geudaeman baraeyo
Nae mam arado dagaomyeon andwaeyo
Tto dasi geudael saranghaedo
Apeumman julkka bwa nunmul julkka bwa duryeoppjyo
Geudaen giegogi deo chupjyo
---“ Take Care Of Us” , Song Ji Eun---
 
            Melodi lembut melantun perlahan di telinga Vinca. Lagu berbahasa korea ini dinyanyikan salah seorang membergirlband yang bernama secret yang juga menjadi soundtrack  drama Yes, Captain di part 2. Sebenarnya Vinca tidak terlalu mengerti lagu-lagu korea hanya saja ia tak sengaja menemukannya saat searching di youtobe baru-baru ini dan di karenakan nada-nada lembutnya membuat Vinca senang mendengarkannya meskipun ia sendiri tidak mengetahui arti dari lagu itu.

            Hp Vinca bergetar pelan, ia membuka inbox pesan di smartphone nya itu. 

Besok izinkan aku ya, aku abis kecelakaan.Untung aja ini masih bisa sms kamu. Maaf kalo gaya smsnya alay.

            Jantung Vinca berdegub kencang, dadanya perlahan sesak. Air matanya perlahan mengaliri pipinya, senyum pun berganti dengan tangis. Ia menarik napas dalam-dalam dan perlahan menghembuskannya berusaha menenangkan rasa khawatir yang mendera hatinya. Ia membaca lagi pesan yang tertera atas nama Rio itu berharap ia salah membacanya tapi ia memang tak salah, Rio benar-benar kecelakaan. 

            Malam berganti pagi dan bulan pun berganti matahari. Jam yang melingkar di pergelangan tangan Vnca menunjukkan pukul 6.15 pagi dan Vinca sudah bersiap untuk berangkat sekolah. Matanya terlihat sembab dan tidak sedikit pun senyum menghiasi wajahnya. 

            Semoga itu bohong. 

            Vinca sudah berada di sekolah dan mendapati Rio benar-benar tidak berangkat sekolah. Hatinya makin khawatir ditambah Rio yang tidak membalas smsnya. 

            “Vinca, Rio kecelakaan” Nia memberi tahu Vinca.

            “Iya, kemaren sore dia sms aku” Vinca menanggapi ucapan Nia datar.

            “Kita jenguk yuk” ajak Nia.

            “Hmm” Vinca menimbang-nimbang ajakan Nia. “Yuk, tapi aku gak tau rumahnya” tambah Vinca.

            “Gampang, aku tau kok” 

            “Ya udah, kapan?”

            “Pulang sekolah ya?”

            “Iya” jawab Vinca antusias.

            Sepulang sekolah Vinca, Nia dan 3 orang temannya menjenguk Rio dirumahnya. Rumah Rio terletak agak jauh dari sekolah sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk sampai dirumahnya. 

            “Assalamualaikum” Nia mengetuk pintu rumah Rio.

            “Waalaikum salam” jawab suara yang berasal dari dalam rumah Rio. Suara berat milik laki-laki yang kemudian membukakakan pintu bagi Nia dan teman-temannya. “Silahkan masuk” tambahnya.

            Nia dan lainnya masuk ke ruang tamu rumah Rio yang berbalut warna putih. Ornamen-ornamennya pun banyak yang didominasi warna putih dan dipojok ruangan terdapat bunga yang lengkap dengan vasnya menambah keindahan ruangan itu. Sofa merah pun menjadi pelengkap ruang tamu tersebut dengan karpet lembut bercorak garis merah dan hitam dengan hiasan bunga yang menghiasi lantai ruangan. Tak luput, sebuah foto keluarga terpampang di dinding yang menjadikannya hiasan di antara putihnya dinding.

            Laki-laki paruh baya tadi adalah ayah Rio yang sekarang ini sedang memanggil anakknya untuk segera menemui Nia, Vinca dan ke-3 temannya. Tak beberapa lama, Rio menemui Nia dan yang lainnya. Vinca terdiam melihat luka di tangan Rio yang masih basah. Banyak luka di pergelangan tangannya dan luka di wajahnya yang berusaha ia tutupi dengan salah satu tangannya dan Vinca menebak masih ada luka lagi di kakinya.

            Rio mulai menceritakan kronologi kejadian kecelakaan yang menimpa dirinya. Vinca tak terlalu mendengarkannya karena pikirannya masih penuh melihat luka-luka Rio. Di saat itu lah ia tersadar, begitu berbedanya dunianya dan dunia Ryo. Rasa sedih mulai menyusup ke celah-celah hatinya, ia tak menyangka dunia yang ia lihat bahkan sedikit pun tidak mendekati dunia Rio. Ia hanya terdiam sepanjang mereka dirumah Ryo. Sesekali melihat Rio dengan tatapan sedih tanpa ada yang mengetahui. 

            “Rio, kami ada sesuatu buat kamu. Biar cepet sembuh” ujar Nia sambil menyenggol pelan kaki Vinca.

            “Apa?” tanya Vinca bingung.

            “Yang tadi” Nia setengah berbisik.

            “Oh, ini buat kamu.” seru Vinca menyerahkan bungkusan hitam dengan chocolatos sebagai isinya.

            “iya, makasih” balas Rio dengan sudut bibirnya yang terangkat.

Vinca menghempaskan tubuhnya di sofa yang tak jauh dari jangkauannya, tubuhnya terasa lelah dan perutnya sakit menahan lapar. Diambilnya handphone yang berada ditas yang sedari tadi menggantung di pundaknya. Handphone itu berbunyi pelan, sebuah SMS masuk dikotak masuknya. 

Mata Vinca kembali bersemangat, tubuhnya yang terasa berat tiba-tiba terasa ringan. Senyum yang tak mampu ia sembunyikan mengembang menghiasi wajahnya. Ia melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil yang senang mendapatkan mainan baru.

            Makasih buat jengukannya dan chocolatosnya :)

0 komentar:

Recent Posts

Recent comments

Diberdayakan oleh Blogger.